Khamis, April 30, 2009

Jamuan Makan Tahlilan

Jamuan Makanan dalam Acara Tahlilan

Dalam setiap acara tahlilan, tuan rumah memberikan makanan kepada orang-orang yang mengikuti tahlilan. Selain sebagai sedekah yang pahalanya diberikan kepada orang yang telah meninggal dunia, motivasi tuan rumah adalah sebagai penghormatan kepada para tamu yang turut mendoakan keluarga yang meninggal dunia.

Dilihat dari sisi sedekah, bahwa dalam bentuk apapun sedekah merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan. Memberikan makanan kepada orang lain dalah perbuatan yang sangat terpuji. Sabda Nabi Muhammad SAW:

عَنْ عَمْرِو بْنِ عَبَسَةَ قَالَ أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا الإسْلَامُ قَالَ طِيْبُ الْكَلَامِ وَإطْعَامُ الطَّعَامِ. رواه أحمد
Dari Amr bin Abasah, ia berkata, saya mendatangi Rasulullah SAW kemudian saya bertanya, “Wahai Rasul, apakah Islam itu?” Rasulullah SAW menjawab, “Bertutur kata yang baik dan menyuguhkan makanan.” (HR Ahmad)
Kaitannya dengan sedekah untuk mayit, pada masa Rasulullah SAW, jangankan makanan, kebun pun (harta yang sangat berharga) disedekahkan dan pahalanya diberikan kepada si mayit. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan:

عَنْ بْنِ عَبَّاسٍ أنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إنَّ أمِّي تُوُفِّيَتْ أَفَيَنْفَعُهَا إنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَإنَّ لِيْ مَخْزَفًا فَُأشْهِدُكَ أَنِّي قَدْ تَصَدَّقْتُ بَهَ عَنْهَا. رواه الترمذي

Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah SAW, Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, apakah ada manfaatnya jika aku bersedekah untuknya?" Rasulullah menjawab, "Ya”. Laki-laki itu berkata, “Aku memiliki sebidang kebun, maka aku mempersaksikan kepadamu bahwa aku akan menyedekahkan kebun tersebut atas nama ibuku.” (HR Tirimidzi)
Ibnu Qayyim al-Jawziyah dengan tegas mengatakan bahwa sebaik-baik amal yang dihadiahkan kepada mayit adalah memerdekakan budak, sedekah, istigfar, doa dan haji. Adapun pahala membaca Al-Qur'an secara sukarela dan pahalanya diberikan kepada mayit, juga akan sampai kepada mayit tersebut sebagaimana pahala puasa dan haji. (Ibnul Qayyim, ar-Ruh, hal 142).

Jika kemudian perbuatan tersebut dikaitkan dengan usaha untuk memberikan penghormatan kepada para tamu, maka itu merupakan perbuatan yang dianjurkan dalam Islam. Sabda Rasulullah SAW:

عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَالْيُكْرِمْ جَارَهُ وَ مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أوْ لِيَصْمُتْ. رواه مسلم

Dari Abi Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka hormatilah tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, hendaklah ia berkata dengan kebaikan atau (jika tidak bisa), diam.” (HR Muslim).
Seorang tamu yang keperluannya hanya urusan bisnis atau sekedar ngobrol dan main catur harus diterima dan dijamu dengan baik, apalagi tamu yang datang untuk mendoakan keluarga kita di akhirat, sudah seharusnya lebih dihormati dan diperhatikan.

Hanya saja, kemampuan ekonomi tetap harus tetap menjadi pertimbangan utama. Tidak boleh memaksakan diri untuk memberikan jamuan dalam acara tahlilan, apalagi sampai berhutang ke sana ke mari atau sampai mengambil harta anak yatim dan ahli waris yang lain. Hal tersebut jelas tidak dibenarkan. Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya perjamuan itu diadakan ala kadarnya.

Lain halnya jika memiliki kemampuan ekonomi yang sangat memungkinkan. Selama tidak israf (berlebih-lebihan dan menghamburkan harta) atau sekedar menjaga gengsi, suguhan istimewa yang dihidangkan, dapat diperkenankan sebagai suatu bentuk penghormatan serta kecintaan kepada keluarga yang telah meninggal dunia.

Dan yang tak kalah pentingnya masyarakat yang melakukan tahlilan hendaknya menata niat di dalam hati bahwa apa yang dilakukan itu semata-mata karena Allah SWT. Dan jika ada bagian dari upacara tahlil itu yang menyimpang dari ketentuan syara' maka tugas para ulama untuk meluruskannya dengan penuh bijaksana.


KH Muhyiddin Abdusshomad
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam, Ketua PCNU Jember

2 ulasan:

Tanpa Nama berkata...

Sidi Abu Muhammad,
Assalamu'alaikum

Ingin berkongsi pengalaman yang menyayat hati. TokPakir pernah memerhati satu kejadian benar mengharamkan tahlil dalam satu kematian ahli kerabat TokPakir sendiri. Yang menyedihkan tahlil yang dibida'ah haramkan itu diganti dengan; menonton TV oleh budak-budak, kaum ibu asyik berkumpul meratap-tangis dan mengumpat manakala kaum lelaki pula berkumpul di satu sudut rumah arwah berkelahi pasal politik semasa dan ada yang bermain terup.

Bila melihat keadaan itu, TokPakir menjadi sedar dengan hikmah dan kebijaksanaan Ulama'-Ulama' pewaris Nabi sallaLlahu 'alaihi wassalam yang menggalakkan tahlil. TokPakir terus keluar dari rumah arwah kerana menghormati arwah dan tak sanggup hati melihat keadaan yang lagha tu.

Ya Allah, rahamatilah mereka-mereka yang berjasa dari Ulama'-Ulama' itu. Amin Ya Rabbal 'alamiiin !

Salam
TokPakirKD

AyKay berkata...

Assalamualaikum,

golongan mudah yg membid'ahkan majlis tahlilan hanya bertujuan utk menidakkan gesaan dan amalan warisan Ulama2 Sunnah wal Jamaah agar kita kurang atau tidak berkumpul utk kebaikkan malah menidakkan kerja baik.

akhirnya, begitulah, kita habiskan masa bertelagah dan yg untungnya bukanlah kita.